Setetes Air Mata
Untuk Sekarung Hadiah
Delapan belas
tahun yang lalu tepatnya 11 Agustus 1995 lahirlah bayi mungil yang diberi nama Mariana
Ramelan. Ana itulah panggilan sayang untukku. Aku terlahir dari
keluarga yang sederhana, hidup di desa yang bernama Desa Cerme. Aku terlahir
dari pasangan suami istri yang bernama Ramelan dan Tumarsih. Mereka adalah
orangtua yang sangat hebat untukku. Perjuangan untuk membesarkanku sampai aku
bisa berdiri dan kuliah di UNY ini adalah anugrah terbesar yang tidak akan aku
sia-siakan. Sebuah Gubug tua Joglo peninggalan kakek-nenekku bagaikan istana,
disitulah tempat aku menapakkan sayap untuk beristirahat. Meskipun sudah tua
dan kecil, tapi disitulah album perjalanan hidupku. Aku tinggal di sebuah
kabupaten yang terkenal dengan GEBLEKnya yaitu Kulon Progo, lebih tepatnya
di DS V Cerme kecamatan Panjatan. Aku tinggal bersama kedua orangtuaku dan
adikku yang bernama Muhammad Surya Hadi Ramelan. Nama aku dan adikku terdapat
Ramelan, mungkin itu doa keselamatan dari orangtuaku untuk kami. Adikku adalah
sahabat sejati untukku, meskipun dia masih duduk di bangku kelas 2 SD dan
sering jail kepadaku tetapi rasa sayangku semakin bertambah.
Aku hanya bisa
diam dan menangis mendengar cerita masa kecilku yang ditinggal ibuku sakit.
Dikala aku berumur 1 tahun ibuku mengidap sakit keras entah apa namanya. Ibuku
sakit keras, perutnya besar banget tetapi badannya semakin hari semakin kecil,
rambutnya pun rontok terbawa sakit. Awalnya ibuku di Rawat di RSUD Wates tetapi
disana hanya didiamkan saja. Mana ada suami yang tega melihat isterinya seperti
itu. Sehingga ibuku di rujuk ke RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Rasanya berat
sekali untuk berobat di RS besar, karena dananya tak ada. Entahlah dulu belum
ada Jamkesmas atau sejenisnya.
Hari demi hari perutnya
semakin besar bagaikan orang hamil 9 bulan . Padahal isi dalam perutnya adalah
darah dan nanah. Menurut cerita, ibuku sakit Wudhun tapi tempatnya di dekat
hati, hampir mirip-mirip tumor. Ngeri banget sakitnya. Kasihan banget ibuku Ya
Allah. Dulu ibuku sudah pasrah, putus asa, mungkin yang menguatkan Beliau
karena ada aku yang masih berumur 1 tahun. Ibuku bilang ke tetangga ku yang
menjenguk di RS PKU”titip dek ana ya mbokde, pakde, aku….. “. Mendengar cerita
itu hatiku teriris sakit rasanya. Pada intinya ibuku berpesan kepada tetanggaku
untuk menitipkan aku dan menjaga aku. aku dirumah hanya dititip-titipkan tak
terurus. Semua keluarga memperhatikan kesembuhan ibuku, ayahku pun pulang juga
hanya mengambil keperluan dan mungkin hanya menengokku sebentar. Jika ada waktu terkadang mungkin memandikan
aku tapi langsung cepat-cepat kembali lagi menunggu ibuku. Ayahku selalu
mendampingi ibu dan tidak ada henti-hentinya berdoa, sholat dan mengaji. Bagaikan
anak tak terurus, entah dulu aku makan apa, minum apa. Dikala aku rewel dan tak
mau tidur, aku sampai-sampai disusui tetanggaku yang juga punya anak kecil,
baru aku mau tidur. Mungkin aku rindu dekapan kasih sayang seorang ibu yang
meninggalkanku karena sakit sudah berbulan-bulan dan rindu akan lezatnya ASI
dari ibu yang melahirkanku ke dunia ini.
Rasanya seneng
banget melihat ibuku sudah sembuh, namun aku dulu pernah melukai hati ibuku
karena setelah sembuhnya ibuku, aku tidak mau di gendong bahkan ketemu aja
takut. Melihat kondisi ibuku yang kurus kering dengan rambut yang sedikit seperti
itu rasanya sedih, takut, sehingga aku sejak kecil seringnya sama ayah. Semua
kebutuhanku ya sama ayahku. Sesampainya dewasa sekarang, rasanya aku lebih
dekat kepada ayahku, apapun itu masalahnya cerita ke ayahku. Bukan berarti aku
tidak sayang ibuku, aku sayang banget hanya saja ayah lebih tau solusi dari
setiap permasalahanku. Huh, rasanya tak
mau bercerita lagi. Tak sanggup merasakan penderitaan sakit ibuku. Nah ini
mungkin salah satu alasan kenapa jarak umur aku dan adikku terlampau jauh 10
tahun. Dahulu di prediksi tidak bisa punya anak lagi, karena takut jahitan di
perut ibuku yang panjaaang banget itu rusak. Tetapi Allah berkehendak lain,
Alhamdulillah dikarunia adik yang selucu itu.
Ceritaku tak
sampai sini saja. Iri rasanya tinggal di komplek deretan rumah yang diapit 2
rumah yang sangat megah dan mewah. Pemiliknya semua Saudagar kaya. Sebenarnya
dulu, Kakekku adalah orang yang paling kaya di kampungku juga sangat Dermawan. Kakek-nenekku adalah
pedagang Gabah,beras,Bekatul, sepeda yang sukses. Menurut cerita, nenekku
memiliki Kecepatan berhitung yang dapat mengalahkan kalkulator, Beliau
berdagang tanpa kalkulator padahal jumlah yang dihitung tidaklah sedikit, bahkan
angkanya sangat rumit. Mungkin dari sinilah aku punya gen berhitung dari nenek
sehingga dapat kuliah di pendidikan Matematika UNY tercinta. Semenjak meninggalnya
kakek-nenekku, ibuku yang menggantikan mereka berdagang. Kedua Saudagar sebelah
rumahku itu masih ada ikatan saudara, mereka lelaki tangguh yang bisa berdagang
kemana-mana sehingga mereka sudah punya wilayah tersendiri untuk menapakkan
panji-panji kesuksesan. Aku memanggil mereka dengan sebutan pakdhe kiman dan
pakdhe kemis. Berhubung ibuku adalah seorang wanita, jadi perjuangan dagangnya
tidak seperti kedua pakdheku. Jadi ya tidak sekaya mereka. Tetapi tetaplah
bersyukur sekali punya ibu yang tangguh seperti beliau. Sampai sekarang
Alhamdulillah Ibuku masih sehat dan bekerja di sebuah KUD tempat Penggilingan
padi di Nagung. Aku pun tetap bersyukur memiliki rumah sederhana yang
terpenting dalam hidupku adalah bahagia bersama orang-orang yang aku cinta. Apa
gunanya kaya jika sombong dan hidupnya tidak bahagia??.
Ayahku bekerja
sebagai Tukang foto. Dahulu ayahku mempunyai studio foto tetapi sekarang sudah
tidak karena tahun lalu Ayahku dicalonkan sebagai Kepala desa, sehingga
benar-benar memfokuskan diri dalam hal ini. Segala hal yang tidak berkaitan
dengan PIlkades memang sengaja untuk ditinggalkan sementara. Segala usaha dan
segala doa dilakukan demi terpilih menjadi Kepala Desa. Tiba saatnya tanggal
….. waktunya Pilkades. Hari itu berharap Kebahagiaan akan datang untuk keluarga
besarku. Menunggu setengah hari dengan Tirakat, prihatin, berdoa, pokoknya
segala usaha yang aku bisa aku lakukan demi Niat Baik Ayahku. Namun,
kebahagiaan itu meleset kepada orang lain. Rasanya sakit sekali, dalam hati ku
menangis tetapi tetap berusaha untuk tegar. Awalnya ibuku belum tau mengenai
hasil pilkades, setelah tau Ibuku hampir pingsan, karena usaha yang dilakukan
sudah Maximal tapi hasilnya nihil. Malampun bagaikan siang hari untuk meminta
doa restu kepada masyarakat Cerme. Segala Doa, Sholawat, dan niat baik Ayahku
telah dikalahkan hanya dengan serangan uang Rp 200.000,00 per orang. Sungguh
rasanya tidak adil sekali, money politik telah menghancurkan segala Niat Baik
membangun desa Cerme bersama Ayahku. Tetapi sadar dirilah, memang keluargaku
hanya keluarga sederhana yang hidupnya pas-pasan sehingga tidak bisa jika
menggunakan Money politik. Setelah pulang dari Balai Desa, Ayahku langsung memeluk
ibuku dan berkata “sudahlah bug tidak apa apa, belum rejekinya”. Ayahku pun
tersenyum, tapi dibalik senyumnya itu aku yakin ada rasa kecewa, sedih, dan
amarah. Tetapi ayahku hebat sekali, beliau tetap tersenyum kepada semua
pendukung. Ayahku mengucapkan beribu-ribu terimakasih atas dukungan untuk
ayahku dan meminta maaf sedalam-dalamnya karena gagal menjadi Pemimpin. Awalnya
ayahku hanya di calonkan masyarakat banyak mungkin karena kewibawaan dan kecerdasan
Ayahku. Tetapi kenapa masyarakat mengingkari janji??? Rasa kecewa yang sangat
mendalam dirasakan keluargaku, khususnya Ayahku sendiri. Sudah hampir 15tahun
ayahku mengabdi di masyarakat dan disaat benar-benar ingin mengabdi lagi, niat
ini kandas begitu saja. Kebaikan keluargaku selama ini tidak ada apa-apanya dibanding
dengan uang Rp 200.000,00, padahal yang namanya kebaikan itu tidak ternilai
harganya. Sungguh menyakitkan, katanya mendukung ayahku, buktinya memilih orang
lain. Keluargaku tetap berusaha “legowo” , ikhlas, dan tetap berusaha baik
kepada seluruh masyarakat. Bahkan modal untuk Pilkades ini hanya dari Uang
pinjaman dari bank, demi memenangkan pilkades. Uang itu digunakan untuk membeli
makanan dan minuman di waktu banyak orang datang ke rumah untuk memberi
dukungan. Sungguh berat cobaan ini. Kasian sekali orangtuaku mencicil pinjaman
tersebut. Tapi apa dayaku ?? apa yang bisa aku lakukan??. Hanyalah doa yang aku
panjatkan disetiap sujudku. Berharap ada Hadiah Besar dibalik cobaan ini. Aku
yakin dibalik semua ini ada hikmahnya dan suatu saat nanti aku akan menjadi orang
Sukses agar tidak dilecehkan seperti ini.
Setelah
gentingnya Pilkades, giliran aku yang senam jantung karena akan menghadapi
UNAS. Segala usaha agar mencapai target ku lakukan. Dikala awal kelas XII SMA, semua
teman-temanku ikut bimbingan belajar. Nah, dikala itu juga aku merasa takut,
soalnya temanku menjadi pintar-pintar dengan les. Dalam hati ku berkata” haduh,
temen-temenku pada les, aku gimana? Kalog nilainya jelek gimana? Laptoppun tak
punya, mau belajar pakai apa?mau dapet info universitas dari mana ? terus bisa
kuliah gak yaa?”. Aku pun sedih. Mau meminta les dan beliin laptop, mulut tak
berani bicara dan hatipun tak tega. Karena baru saja Pilkades yang juga butuh
modal banyak, hutang pun sudah menanti. Apa boleh buat?.
Aku tidak hanya
diam sampai disini, aku berusaha mencari dan memilih bimbel yang harganya murah
tetapi tetap bagus. Pada awalnya aku ingin diam-diam les dengan uang tabunganku
sendiri, karena memang aku dilarang les sama ayahku. Tetapi aku bukan anak durhaka yang ingin
membantah orangtua. Setelah pulang sekolah, sesampainya dirumah aku memberanikan
diri menceritakan perjalananku mencari bimbel, berharap diperbolehkan dan aku
akan membiayai les dengan uangku sendiri. Setelah aku cerita baik-baik
Alhamdulillah diperbolehkan, karena aku hanya ingin sesuatu yang aku lakukan
selalu di Ridhoi orangtuaku. Berharap Allah juga akan meridhoi apa yang aku
lakukan. Akhirnya aku memilih Primagama demi ke Suksesanku, soalnya diskon
1,2juta bagi yang juara1. Alhamdulillah Semester 4 aku juara 1 sehingga lebih
enteng bayarnya. Selang beberapa hari, ternyata ayahku mendaftarkanku dan
membayarnya dengan lunas. Betapa senangnya hatiku. Setelah beberapa hari lagi,
aku dibelikan laptop. Subhanallah banget, gak nyangka Allah memberikan hadiah
untukku. Padalah aku tau uang yang di pakai untukku ini sisa modal Pilkades.
Seneng tapi juga kasian sama orangtuaku. Bagaimana caranya aku bisa membuktikan
bahwa aku BISA, aku MAMPU, dan aku akan mempersembahkan Prestasiku untuk
orangtuaku. Aku harus bisa membahagiakan orang yang telah bersusah payah
membesarkanku sampai saaat ini.
Waktu pun
berjalan. Saatnya menggalau dalam
pengisian SNAMPTN. Ingin sekali rasanya Kuliah di PTN. Bingung awalnya
mau pilih prodi apa? Universitas mana? Sungguh bingung. Orangtua sih terserah
aku memilih, tetapi sempat disarankan Statistika UGM. Aku pun menjadikannya
pilihan pertama. Kecintaanku terhadap matematika tak bisa ku tutupi, karena
nilai ku yang menonjol adalah matematika. Sehingga pilihanku ke 2 adalah
Matematika UGM dan pilihan ke 3 ku adalah Pendidikan Matematika UNY. Pilihan ke
4 ku tidak ku isi, karena memang hanya minat di 3 pilihan itu.
Saatnya aku
menempuh UN. Dengan bismillah dan keyakinan aku pasti bisa, aku jalani UN dengan
Percaya Diri. Pada saat pengumuman UN, sangatlah dag dig dug. Gak bisa tidur
karena takut hasilnya jelek. Setelah tau hasilnya, Alhamdulillah bisa bernafas
lega karena LULUS , tapi hasilnya mengecewakan sekali. Jauh dari target. NEM UN
mendapat nilai 48,25. Tapi tetap aku syukuri alhamdulillah. Kali ini aku telah
mengecewakan kedua orangtuaku. Nilai jelek, gak dapat juara 1, matematika gak
bisa dapat Nilai 10 lagi seperti SMP. Sungguh merasa anak paling bodoh yang gak
bisa membanggakan orangtua. Aku hanya bisa diam dan menangis dikamar. Menyesali
semua kelalaianku, aku pun kecewa kepada diriku sendiri. Apa lagi orang
lain???. Aku berusaha untuk ikhlas menerima nilai ini. Melihat nilai UN ku,
ibuku berkata” gak usah kuliah aja mbak, emang nilai segitu bisa kuliah negeri?
bisakah lolos SNAMPTN? Kerja aja di Jakarta di PT PT malah dapet uang kok!”
Sakit banget ketika ibuku sendiri bilang seperti itu, rasanya tidak ada doa dan
dukungan untuk aku kuliah. Aku hanya menjawab”kok bilangnya kaya gitu, mbok
doainlah bu, aku pengen kuliah, kan aku ya daftar Bidik Misi?mudah-mudahan
SNAMPTN lolos Bidik Misi juga.” Hatiku bagaikan di iris-iris, semenjak itu
tidak ada bayangan , tidak memikirkan kuliah lagi, sirna sudah harapan. Seorang
Ibu bicara seperti itu. Apa artinya kuliah jika orangtua tidak meridhoi. Hanya
akan sia-sia. Selang beberapa hari, budhe ku berkata”kamu itu gak usah kuliah,
kasian ibu mu nguliahin kamu, adikmu masih sekolah, kalau kamu kuliah kamu
hanya membebani ibumu!!!!”. Aku hanya diam, merenung, dalam hati berkata “ ya
ampun, kalog orang gak punya gini kok di injek-injek banget, di rendahin gini
ya Allah , iya aku tau budheku kaya tapi gak seharusnya bilang kaya gitu,
sakiit Ya Allah..” setiap malam aku hanya merenung dan menangis memikirkan masa
depanku. Setiap ditanya orang “mau kuliah dimana mbak Ana ?? jurusan apa??” aku
hanya bisa menjawab “ Embohlah “, karena memang tidak terbayang sama
sekali. Suatu malam hari, aku sempat
ditanya ayahku. Ayahku bertanya” gimana mbak, mau kuliah dimana?”. Aku ragu
untuk menjawab, tapi aku harus menjawab. Aku mencoba untuk menceritakan
semuanya kepada ayahku mengenai perkataan ibuku dan budheku yang melarang aku
kuliah, aku hanyalah beban untuk ayah dan ibuku. Ayahku pun menjawab” seseorang
yang hidup itu pasti punya beban, kalau gak mau punya beban ya mati aja. Gak
usah di dengerin omongan budhemu!!”. Disini tersirat ayah mendukungku untuk
kuliah. Aku pun segera bergegas kembali ke kamar , niatnya belajar tetapi aku
hanya menangis saja. Fikiranku melayang, seperti tak punya tujuan hidup, kalau
tidak kuliah aku mau jadi apa?. Terbayang banyak hal resiko jika tidak kuliah. L
Waktu silih
berganti, tibalah saatnya pengumuman SNMPTN. Hari-hari sebelumnya aku tetap
berdoa agar lolos SNMPTN , ya semoga dengan lolos SNMPTN orangtuaku mau
nguliahin aku. Sekitar pukul 5 sore aku masih di primagama. Sore itu juga sudah
ada pengumuman. Aku pun bergegas menelpon ayahku untuk meminta pertimbangan.
Aku bertanya pada intinya apakah pengumumannya mau di buka sekarang apa nanti
malam. Tapi apa jawaban ayahku dari telepon. Beliau berkata dalam bahasa jawa
“Sak karepmu”artinya “ terserah” bicaranya pun dengan nada tinggi. Sungguh aku
merasa menyesal Kenapa harus telepon
ayah? kenapa meminta pertimbangan ayahku gitu, beliau aja cuek banget, apa lagi
orang lain. Temen-temen les ku sudah pada membuka pengumuman, ada yang di
terima UGM, UNY, UNS tetapi banyak yang tidak diterima. Aku pun di bujuk
teman-teman ku untuk melihat pengumuman, tapi aku masih ragu. Saat itu juga aku
memberi nomor SNMPTN dan yang melihat pengumuman itu teman-teman ku. Karena aku
sudah pasrah melihat sikap orangtua ku yang seperti itu. Setelah beberapa
detik,aku pun diberi selamat. Aku pun segera bergegas untuk melihat
pengumumannya. Ternyata aku diterima di pilihan ke-3 yaitu Pendidikan Matematika
UNY. Hati ku bercampur antara senang dan sedih. Senangnya bisa diterima SNMPTN,
tapi sedihnya gak bisa di Statistika UGM seperti yang diinginkan ayahku. Aku
mengecewakan lagi rupanya. Hari pun sudah malam, aku bergegas segera pulang.
Dalam hati aku berniat , jika tidak ditanya hasilnya maka aku akan diam saja.
Sesampainya di
rumah bertepatan dengan adzan maghrib, aku pun disambut di depan pintu. Ibuku
bertanya” gimana hasilnya mbak?.” Aku pun hanya tersenyum dan mengeluarkan
kertas dari print hasil pengumuman. Kemudian ku berikan kertas itu untuk ibuku
dan di bacanya. “ Alhamdulillah ” katanya. Aku melihat binar-binar cahaya
bahagia dari ibuku. Aku merasa senang sekali. Kemudian selesai sholat ayahku
pun ikut melihat hasil itu. Aku bisa melihat kebahagiaan dari wajah ayahku dan
Aku lega sekali. Padahal aku sudah khawatir akan amarah dari orangtuaku.
Semenjak hal ini, kedua orangtuaku mendukungku untuk kuliah, mereka akan
berusaha sanggup membiayai kuliah jikalau tidak mendapat Bidik Misi. Sungguh
senang sekali, tak henti-hentinya aku bersyukur.
Hari demi hari,
waktu demi waktu aku jalani. Segala verifikasi di UNY telah aku jalani dengan
SUKSES. Pada sore hari, datanglah bapak-bapak dari UNY. Ternyata beliau ingin
mensurvei rumahku yang berhubungan dengan Bidik Misi. Alhamdulillah akhirnya aku
juga lolos Bidik Misi, sungguh anugrah yang sangat-sangat luar biasa.
Alhamdulillah Aku bisa kuliah dengan Gratis, semoga di UNY Pendidikan
Matematika ini aku bisa berkontribusi untuk bangsa tercinta bangsa Indonesia
dan pastinya aku harus bisa berprestasi membawa nama UNY terbang ke langit
tertinggi. Aku tidak akan mensia-siakan kesempatan emas ini. Allah telah
membuka jalan untukku, maka akan menjalani Kuliah ini dengan niat
Bismillahirrahmanirrahiim…
Akhirnya aku bisa
membuktikan aku bisa kuliah di negeri di UNY dengan gratis pula. Aku bisa
menunjukkan kepada orang-orang yang melecehkan aku dan keluargaku, bahwa tak
selamanya orang kaya itu selalu menang dan bisa menginjak-injak harga diri
orang miskin. Orang kaya hanya bisa membiayai anaknya di Perguruan Tinggi
dengan mengandalkan kekayaannya. Indonesia ini butuh Pemuda yang tinggi Imtaq
dan ipteknya bukan orang-orang yang pintar Suap Menyuap. Jangan salah orang miskin pun bisa Kuliah dan berprestasi tinggi. SEMANGAT…SEMANGAT…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar