Pages

Kamis, 20 Februari 2014

Ini CeritaQ,, apa ceritamu????



Setetes Air Mata
Untuk Sekarung Hadiah
Delapan belas tahun yang lalu tepatnya 11 Agustus 1995 lahirlah bayi mungil yang diberi nama Mariana Ramelan. Ana itulah panggilan sayang untukku. Aku terlahir dari keluarga yang sederhana, hidup di desa yang bernama Desa Cerme. Aku terlahir dari pasangan suami istri yang bernama Ramelan dan Tumarsih. Mereka adalah orangtua yang sangat hebat untukku. Perjuangan untuk membesarkanku sampai aku bisa berdiri dan kuliah di UNY ini adalah anugrah terbesar yang tidak akan aku sia-siakan. Sebuah Gubug tua Joglo peninggalan kakek-nenekku bagaikan istana, disitulah tempat aku menapakkan sayap untuk beristirahat. Meskipun sudah tua dan kecil, tapi disitulah album perjalanan hidupku. Aku tinggal di sebuah kabupaten yang terkenal dengan GEBLEKnya yaitu Kulon Progo, lebih tepatnya di DS V Cerme kecamatan Panjatan. Aku tinggal bersama kedua orangtuaku dan adikku yang bernama Muhammad Surya Hadi Ramelan. Nama aku dan adikku terdapat Ramelan, mungkin itu doa keselamatan dari orangtuaku untuk kami. Adikku adalah sahabat sejati untukku, meskipun dia masih duduk di bangku kelas 2 SD dan sering jail kepadaku tetapi rasa sayangku semakin bertambah.
Aku hanya bisa diam dan menangis mendengar cerita masa kecilku yang ditinggal ibuku sakit. Dikala aku berumur 1 tahun ibuku mengidap sakit keras entah apa namanya. Ibuku sakit keras, perutnya besar banget tetapi badannya semakin hari semakin kecil, rambutnya pun rontok terbawa sakit. Awalnya ibuku di Rawat di RSUD Wates tetapi disana hanya didiamkan saja. Mana ada suami yang tega melihat isterinya seperti itu. Sehingga ibuku di rujuk ke RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Rasanya berat sekali untuk berobat di RS besar, karena dananya tak ada. Entahlah dulu belum ada Jamkesmas atau sejenisnya.
Hari demi hari perutnya semakin besar bagaikan orang hamil 9 bulan . Padahal isi dalam perutnya adalah darah dan nanah. Menurut cerita, ibuku sakit Wudhun tapi tempatnya di dekat hati, hampir mirip-mirip tumor. Ngeri banget sakitnya. Kasihan banget ibuku Ya Allah. Dulu ibuku sudah pasrah, putus asa, mungkin yang menguatkan Beliau karena ada aku yang masih berumur 1 tahun. Ibuku bilang ke tetangga ku yang menjenguk di RS PKU”titip dek ana ya mbokde, pakde, aku….. “. Mendengar cerita itu hatiku teriris sakit rasanya. Pada intinya ibuku berpesan kepada tetanggaku untuk menitipkan aku dan menjaga aku. aku dirumah hanya dititip-titipkan tak terurus. Semua keluarga memperhatikan kesembuhan ibuku, ayahku pun pulang juga hanya mengambil keperluan dan mungkin hanya menengokku sebentar.  Jika ada waktu terkadang mungkin memandikan aku tapi langsung cepat-cepat kembali lagi menunggu ibuku. Ayahku selalu mendampingi ibu dan tidak ada henti-hentinya berdoa, sholat dan mengaji. Bagaikan anak tak terurus, entah dulu aku makan apa, minum apa. Dikala aku rewel dan tak mau tidur, aku sampai-sampai disusui tetanggaku yang juga punya anak kecil, baru aku mau tidur. Mungkin aku rindu dekapan kasih sayang seorang ibu yang meninggalkanku karena sakit sudah berbulan-bulan dan rindu akan lezatnya ASI dari ibu yang melahirkanku ke dunia ini.
Rasanya seneng banget melihat ibuku sudah sembuh, namun aku dulu pernah melukai hati ibuku karena setelah sembuhnya ibuku, aku tidak mau di gendong bahkan ketemu aja takut. Melihat kondisi ibuku yang kurus kering dengan rambut yang sedikit seperti itu rasanya sedih, takut, sehingga aku sejak kecil seringnya sama ayah. Semua kebutuhanku ya sama ayahku. Sesampainya dewasa sekarang, rasanya aku lebih dekat kepada ayahku, apapun itu masalahnya cerita ke ayahku. Bukan berarti aku tidak sayang ibuku, aku sayang banget hanya saja ayah lebih tau solusi dari setiap permasalahanku.  Huh, rasanya tak mau bercerita lagi. Tak sanggup merasakan penderitaan sakit ibuku. Nah ini mungkin salah satu alasan kenapa jarak umur aku dan adikku terlampau jauh 10 tahun. Dahulu di prediksi tidak bisa punya anak lagi, karena takut jahitan di perut ibuku yang panjaaang banget itu rusak. Tetapi Allah berkehendak lain, Alhamdulillah dikarunia adik yang selucu itu.
Ceritaku tak sampai sini saja. Iri rasanya tinggal di komplek deretan rumah yang diapit 2 rumah yang sangat megah dan mewah. Pemiliknya semua Saudagar kaya. Sebenarnya dulu, Kakekku adalah orang yang paling kaya di kampungku juga  sangat Dermawan. Kakek-nenekku adalah pedagang Gabah,beras,Bekatul, sepeda yang sukses. Menurut cerita, nenekku memiliki Kecepatan berhitung yang dapat mengalahkan kalkulator, Beliau berdagang tanpa kalkulator padahal jumlah yang dihitung tidaklah sedikit, bahkan angkanya sangat rumit. Mungkin dari sinilah aku punya gen berhitung dari nenek sehingga dapat kuliah di pendidikan Matematika UNY tercinta. Semenjak meninggalnya kakek-nenekku, ibuku yang menggantikan mereka berdagang. Kedua Saudagar sebelah rumahku itu masih ada ikatan saudara, mereka lelaki tangguh yang bisa berdagang kemana-mana sehingga mereka sudah punya wilayah tersendiri untuk menapakkan panji-panji kesuksesan. Aku memanggil mereka dengan sebutan pakdhe kiman dan pakdhe kemis. Berhubung ibuku adalah seorang wanita, jadi perjuangan dagangnya tidak seperti kedua pakdheku. Jadi ya tidak sekaya mereka. Tetapi tetaplah bersyukur sekali punya ibu yang tangguh seperti beliau. Sampai sekarang Alhamdulillah Ibuku masih sehat dan bekerja di sebuah KUD tempat Penggilingan padi di Nagung. Aku pun tetap bersyukur memiliki rumah sederhana yang terpenting dalam hidupku adalah bahagia bersama orang-orang yang aku cinta. Apa gunanya kaya jika sombong dan hidupnya tidak bahagia??.
Ayahku bekerja sebagai Tukang foto. Dahulu ayahku mempunyai studio foto tetapi sekarang sudah tidak karena tahun lalu Ayahku dicalonkan sebagai Kepala desa, sehingga benar-benar memfokuskan diri dalam hal ini. Segala hal yang tidak berkaitan dengan PIlkades memang sengaja untuk ditinggalkan sementara. Segala usaha dan segala doa dilakukan demi terpilih menjadi Kepala Desa. Tiba saatnya tanggal ….. waktunya Pilkades. Hari itu berharap Kebahagiaan akan datang untuk keluarga besarku. Menunggu setengah hari dengan Tirakat, prihatin, berdoa, pokoknya segala usaha yang aku bisa aku lakukan demi Niat Baik Ayahku. Namun, kebahagiaan itu meleset kepada orang lain. Rasanya sakit sekali, dalam hati ku menangis tetapi tetap berusaha untuk tegar. Awalnya ibuku belum tau mengenai hasil pilkades, setelah tau Ibuku hampir pingsan, karena usaha yang dilakukan sudah Maximal tapi hasilnya nihil. Malampun bagaikan siang hari untuk meminta doa restu kepada masyarakat Cerme. Segala Doa, Sholawat, dan niat baik Ayahku telah dikalahkan hanya dengan serangan uang Rp 200.000,00 per orang. Sungguh rasanya tidak adil sekali, money politik telah menghancurkan segala Niat Baik membangun desa Cerme bersama Ayahku. Tetapi sadar dirilah, memang keluargaku hanya keluarga sederhana yang hidupnya pas-pasan sehingga tidak bisa jika menggunakan Money politik. Setelah pulang dari Balai Desa, Ayahku langsung memeluk ibuku dan berkata “sudahlah bug tidak apa apa, belum rejekinya”. Ayahku pun tersenyum, tapi dibalik senyumnya itu aku yakin ada rasa kecewa, sedih, dan amarah. Tetapi ayahku hebat sekali, beliau tetap tersenyum kepada semua pendukung. Ayahku mengucapkan beribu-ribu terimakasih atas dukungan untuk ayahku dan meminta maaf sedalam-dalamnya karena gagal menjadi Pemimpin. Awalnya ayahku hanya di calonkan masyarakat banyak mungkin karena kewibawaan dan kecerdasan Ayahku. Tetapi kenapa masyarakat mengingkari janji??? Rasa kecewa yang sangat mendalam dirasakan keluargaku, khususnya Ayahku sendiri. Sudah hampir 15tahun ayahku mengabdi di masyarakat dan disaat benar-benar ingin mengabdi lagi, niat ini kandas begitu saja. Kebaikan keluargaku selama ini tidak ada apa-apanya dibanding dengan uang Rp 200.000,00, padahal yang namanya kebaikan itu tidak ternilai harganya. Sungguh menyakitkan, katanya mendukung ayahku, buktinya memilih orang lain. Keluargaku tetap berusaha “legowo” , ikhlas, dan tetap berusaha baik kepada seluruh masyarakat. Bahkan modal untuk Pilkades ini hanya dari Uang pinjaman dari bank, demi memenangkan pilkades. Uang itu digunakan untuk membeli makanan dan minuman di waktu banyak orang datang ke rumah untuk memberi dukungan. Sungguh berat cobaan ini. Kasian sekali orangtuaku mencicil pinjaman tersebut. Tapi apa dayaku ?? apa yang bisa aku lakukan??. Hanyalah doa yang aku panjatkan disetiap sujudku. Berharap ada Hadiah Besar dibalik cobaan ini. Aku yakin dibalik semua ini ada hikmahnya dan suatu saat nanti aku akan menjadi orang Sukses agar tidak dilecehkan seperti ini.
Setelah gentingnya Pilkades, giliran aku yang senam jantung karena akan menghadapi UNAS. Segala usaha agar mencapai target ku lakukan. Dikala awal kelas XII SMA, semua teman-temanku ikut bimbingan belajar. Nah, dikala itu juga aku merasa takut, soalnya temanku menjadi pintar-pintar dengan les. Dalam hati ku berkata” haduh, temen-temenku pada les, aku gimana? Kalog nilainya jelek gimana? Laptoppun tak punya, mau belajar pakai apa?mau dapet info universitas dari mana ? terus bisa kuliah gak yaa?”. Aku pun sedih. Mau meminta les dan beliin laptop, mulut tak berani bicara dan hatipun tak tega. Karena baru saja Pilkades yang juga butuh modal banyak, hutang pun sudah menanti. Apa boleh buat?.
Aku tidak hanya diam sampai disini, aku berusaha mencari dan memilih bimbel yang harganya murah tetapi tetap bagus. Pada awalnya aku ingin diam-diam les dengan uang tabunganku sendiri, karena memang aku dilarang les sama ayahku.  Tetapi aku bukan anak durhaka yang ingin membantah orangtua. Setelah pulang sekolah, sesampainya dirumah aku memberanikan diri menceritakan perjalananku mencari bimbel, berharap diperbolehkan dan aku akan membiayai les dengan uangku sendiri. Setelah aku cerita baik-baik Alhamdulillah diperbolehkan, karena aku hanya ingin sesuatu yang aku lakukan selalu di Ridhoi orangtuaku. Berharap Allah juga akan meridhoi apa yang aku lakukan. Akhirnya aku memilih Primagama demi ke Suksesanku, soalnya diskon 1,2juta bagi yang juara1. Alhamdulillah Semester 4 aku juara 1 sehingga lebih enteng bayarnya. Selang beberapa hari, ternyata ayahku mendaftarkanku dan membayarnya dengan lunas. Betapa senangnya hatiku. Setelah beberapa hari lagi, aku dibelikan laptop. Subhanallah banget, gak nyangka Allah memberikan hadiah untukku. Padalah aku tau uang yang di pakai untukku ini sisa modal Pilkades. Seneng tapi juga kasian sama orangtuaku. Bagaimana caranya aku bisa membuktikan bahwa aku BISA, aku MAMPU, dan aku akan mempersembahkan Prestasiku untuk orangtuaku. Aku harus bisa membahagiakan orang yang telah bersusah payah membesarkanku sampai saaat ini.
Waktu pun berjalan. Saatnya menggalau dalam  pengisian SNAMPTN. Ingin sekali rasanya Kuliah di PTN. Bingung awalnya mau pilih prodi apa? Universitas mana? Sungguh bingung. Orangtua sih terserah aku memilih, tetapi sempat disarankan Statistika UGM. Aku pun menjadikannya pilihan pertama. Kecintaanku terhadap matematika tak bisa ku tutupi, karena nilai ku yang menonjol adalah matematika. Sehingga pilihanku ke 2 adalah Matematika UGM dan pilihan ke 3 ku adalah Pendidikan Matematika UNY. Pilihan ke 4 ku tidak ku isi, karena memang hanya minat di 3 pilihan itu.
Saatnya aku menempuh UN. Dengan bismillah dan keyakinan aku pasti bisa, aku jalani UN dengan Percaya Diri. Pada saat pengumuman UN, sangatlah dag dig dug. Gak bisa tidur karena takut hasilnya jelek. Setelah tau hasilnya, Alhamdulillah bisa bernafas lega karena LULUS , tapi hasilnya mengecewakan sekali. Jauh dari target. NEM UN mendapat nilai 48,25. Tapi tetap aku syukuri alhamdulillah. Kali ini aku telah mengecewakan kedua orangtuaku. Nilai jelek, gak dapat juara 1, matematika gak bisa dapat Nilai 10 lagi seperti SMP. Sungguh merasa anak paling bodoh yang gak bisa membanggakan orangtua. Aku hanya bisa diam dan menangis dikamar. Menyesali semua kelalaianku, aku pun kecewa kepada diriku sendiri. Apa lagi orang lain???. Aku berusaha untuk ikhlas menerima nilai ini. Melihat nilai UN ku, ibuku berkata” gak usah kuliah aja mbak, emang nilai segitu bisa kuliah negeri? bisakah lolos SNAMPTN? Kerja aja di Jakarta di PT PT malah dapet uang kok!” Sakit banget ketika ibuku sendiri bilang seperti itu, rasanya tidak ada doa dan dukungan untuk aku kuliah. Aku hanya menjawab”kok bilangnya kaya gitu, mbok doainlah bu, aku pengen kuliah, kan aku ya daftar Bidik Misi?mudah-mudahan SNAMPTN lolos Bidik Misi juga.” Hatiku bagaikan di iris-iris, semenjak itu tidak ada bayangan , tidak memikirkan kuliah lagi, sirna sudah harapan. Seorang Ibu bicara seperti itu. Apa artinya kuliah jika orangtua tidak meridhoi. Hanya akan sia-sia. Selang beberapa hari, budhe ku berkata”kamu itu gak usah kuliah, kasian ibu mu nguliahin kamu, adikmu masih sekolah, kalau kamu kuliah kamu hanya membebani ibumu!!!!”. Aku hanya diam, merenung, dalam hati berkata “ ya ampun, kalog orang gak punya gini kok di injek-injek banget, di rendahin gini ya Allah , iya aku tau budheku kaya tapi gak seharusnya bilang kaya gitu, sakiit Ya Allah..” setiap malam aku hanya merenung dan menangis memikirkan masa depanku. Setiap ditanya orang “mau kuliah dimana mbak Ana ?? jurusan apa??” aku hanya bisa menjawab “ Embohlah “, karena memang tidak terbayang sama sekali.  Suatu malam hari, aku sempat ditanya ayahku. Ayahku bertanya” gimana mbak, mau kuliah dimana?”. Aku ragu untuk menjawab, tapi aku harus menjawab. Aku mencoba untuk menceritakan semuanya kepada ayahku mengenai perkataan ibuku dan budheku yang melarang aku kuliah, aku hanyalah beban untuk ayah dan ibuku. Ayahku pun menjawab” seseorang yang hidup itu pasti punya beban, kalau gak mau punya beban ya mati aja. Gak usah di dengerin omongan budhemu!!”. Disini tersirat ayah mendukungku untuk kuliah. Aku pun segera bergegas kembali ke kamar , niatnya belajar tetapi aku hanya menangis saja. Fikiranku melayang, seperti tak punya tujuan hidup, kalau tidak kuliah aku mau jadi apa?. Terbayang banyak hal resiko jika tidak kuliah. L
Waktu silih berganti, tibalah saatnya pengumuman SNMPTN. Hari-hari sebelumnya aku tetap berdoa agar lolos SNMPTN , ya semoga dengan lolos SNMPTN orangtuaku mau nguliahin aku. Sekitar pukul 5 sore aku masih di primagama. Sore itu juga sudah ada pengumuman. Aku pun bergegas menelpon ayahku untuk meminta pertimbangan. Aku bertanya pada intinya apakah pengumumannya mau di buka sekarang apa nanti malam. Tapi apa jawaban ayahku dari telepon. Beliau berkata dalam bahasa jawa “Sak karepmu”artinya “ terserah” bicaranya pun dengan nada tinggi. Sungguh aku merasa menyesal  Kenapa harus telepon ayah? kenapa meminta pertimbangan ayahku gitu, beliau aja cuek banget, apa lagi orang lain. Temen-temen les ku sudah pada membuka pengumuman, ada yang di terima UGM, UNY, UNS tetapi banyak yang tidak diterima. Aku pun di bujuk teman-teman ku untuk melihat pengumuman, tapi aku masih ragu. Saat itu juga aku memberi nomor SNMPTN dan yang melihat pengumuman itu teman-teman ku. Karena aku sudah pasrah melihat sikap orangtua ku yang seperti itu. Setelah beberapa detik,aku pun diberi selamat. Aku pun segera bergegas untuk melihat pengumumannya. Ternyata aku diterima di pilihan ke-3 yaitu Pendidikan Matematika UNY. Hati ku bercampur antara senang dan sedih. Senangnya bisa diterima SNMPTN, tapi sedihnya gak bisa di Statistika UGM seperti yang diinginkan ayahku. Aku mengecewakan lagi rupanya. Hari pun sudah malam, aku bergegas segera pulang. Dalam hati aku berniat , jika tidak ditanya hasilnya maka aku akan diam saja.
Sesampainya di rumah bertepatan dengan adzan maghrib, aku pun disambut di depan pintu. Ibuku bertanya” gimana hasilnya mbak?.” Aku pun hanya tersenyum dan mengeluarkan kertas dari print hasil pengumuman. Kemudian ku berikan kertas itu untuk ibuku dan di bacanya. “ Alhamdulillah ” katanya. Aku melihat binar-binar cahaya bahagia dari ibuku. Aku merasa senang sekali. Kemudian selesai sholat ayahku pun ikut melihat hasil itu. Aku bisa melihat kebahagiaan dari wajah ayahku dan Aku lega sekali. Padahal aku sudah khawatir akan amarah dari orangtuaku. Semenjak hal ini, kedua orangtuaku mendukungku untuk kuliah, mereka akan berusaha sanggup membiayai kuliah jikalau tidak mendapat Bidik Misi. Sungguh senang sekali, tak henti-hentinya aku bersyukur.
Hari demi hari, waktu demi waktu aku jalani. Segala verifikasi di UNY telah aku jalani dengan SUKSES. Pada sore hari, datanglah bapak-bapak dari UNY. Ternyata beliau ingin mensurvei rumahku yang berhubungan dengan Bidik Misi. Alhamdulillah akhirnya aku juga lolos Bidik Misi, sungguh anugrah yang sangat-sangat luar biasa. Alhamdulillah Aku bisa kuliah dengan Gratis, semoga di UNY Pendidikan Matematika ini aku bisa berkontribusi untuk bangsa tercinta bangsa Indonesia dan pastinya aku harus bisa berprestasi membawa nama UNY terbang ke langit tertinggi. Aku tidak akan mensia-siakan kesempatan emas ini. Allah telah membuka jalan untukku, maka akan menjalani Kuliah ini dengan niat Bismillahirrahmanirrahiim…
Akhirnya aku bisa membuktikan aku bisa kuliah di negeri di UNY dengan gratis pula. Aku bisa menunjukkan kepada orang-orang yang melecehkan aku dan keluargaku, bahwa tak selamanya orang kaya itu selalu menang dan bisa menginjak-injak harga diri orang miskin. Orang kaya hanya bisa membiayai anaknya di Perguruan Tinggi dengan mengandalkan kekayaannya. Indonesia ini butuh Pemuda yang tinggi Imtaq dan ipteknya bukan orang-orang yang pintar Suap Menyuap. Jangan salah orang miskin pun bisa Kuliah dan berprestasi tinggi. SEMANGAT…SEMANGAT…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar