Pages

Senin, 24 Februari 2014

MAKALAH SEJARAH MASA PEMERINTAHAN B.J. HABIBIE DAN ABDURRAHMAN WAHID



MAKALAH SEJARAH
MASA PEMERINTAHAN B.J. HABIBIE DAN ABDURRAHMAN WAHID
                                           









Disusun oleh:
1.      Donansar Kalimanto  (02)
2.      Mariana Ramelan      (06)
3.      Sarif Purnama           (10)
4.      Dwi Hananto              (14)

Kelas XII IPA 5




SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 WATES
KULON PROGO
YOGYAKARTA
2012/201

MASA PEMERINTAHAN B. J HABIBIE

A. Proses Pengalihan Kepala Pemerintahan dari Soeharto ke B.J. Habibie
Berawal dari dampak krisis ekonomi di tahun 1997 yang melanda Kawasan Asia dan berdampak sangat luas bagi perekonomian di Indonesia. Nilai tukar rupiah yang merosot tajam pada bulan Juli 1997.Sebagai dampaknya hampir semua perusahaan modern di Indonesia bangkrut, yang diikuti PHK pekerja-pekerjanya, sehingga angka pengangguran menjadi meningkat. Krisis sektor moneter, terutama melalui penutupan beberapa bank yang mengalami kredit bermasalah dan krisis likuiditas, sehingga perbankan nasional menjadi berantakan. Hal inilah yang memunculkan krisis kepercayaan dari investor, serta pelarian modal ke luar negeri. Selain itu, kenaikan angka kemiskinan yang melonjak pesat,mahalnya biaya medis.Didorong oleh kondisi yang makin parah, pada bulan Oktober 1997 pemerintah meminta bantuan IMF (International Monetary Fund) untuk memperkuat sektor finansial, pengetatan kebijakan viskal dan penyesuaian struktural perbankan. Tetapi IMF-lah yang membuat pekonomian Indonesia lebih parah selama krisis. Kebijakan-kebijakan yang dibuat untuk mengatasi krisis yang dilakukan oleh pemerintah ternyata tidak mampu memulihkan perekonomian sehingga muncul krisis kepercayaan.
Banyaknya permasalahan besar memunculkan banyak tuntutan agar Presiden Soeharto turun dari jabatan. Puncaknya tuntutan terjadi pada tanggal 12 Mei 1998 di Kampus Trisakti yang dikenal dengan Insiden Trisakti. Situasi ini membuat Soeharto memutuskan untuk berhenti karena desakan masyarakat yang menuntut beliau mundur sangatlah besar dan secara politik dukungan sudah tidak ada. Pada tanggal 21 Mei 1998 di Istana Merdeka Jakarta, Presiden Soeharto menyatakan dirinya berhenti dari jabatan Presiden RI, lewat pidatonya dihadapan wartawan dalam dan luar negeri. Setelah itu,Wapres B.J. Habi bie langsung diangkat sumpahnya menjadi Presiden RI ketiga dihadapan Pimpinan Mahkamah Agung, yang disaksikan oleh Ketua DPR dan Wakil-Wakil Ketua DPR.
Naiknya B.J. Habibie menggantikan Soeharto sebagai Presiden RI ketiga mengundang perdebatan hukum dan kontroversial, karena Mantan Presiden Soeharto menyerahkan secara sepihak kekuasaan kepada Habibie. Dikalangan mahasiswa sikap atas pelantikan Habibie sebagai presiden terbagi atas tiga kelompok, yaitu:
pertama, menolak Habibie karena merupakan produk Orde Baru;
kedua, bersikap netral karena pada saat itu tidak ada pemimpin negara yang diterima semua kalangan sementara jabatan presiden tidak boleh kosong;
ketiga, mahasiswa berpendapat bahwa pengalihan kekuasaan ke Habibie adalah sah dan konstitusional.
B.     Kebijakan-Kebijakan Pada Masa Pemerintahan B.J. Habibie di Era Reformasi
Tanggal 22 Mei 1998 Habibie meningkatkan legitimasinya yaitu dengan mengumumkan susunan kabinet baru yaitu  Kabinet Reformasi Pembangunan (berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 122 / M Tahun 1998) di Istana Merdeka. Dengan Keputusan Presiden tersebut, Presiden Habibie memberhentikan dengan hormat para Menteri Negara pada Kabinet Pembangunan VII. Kabinet Reformasi Pembangunan ini terdiri dari 36 Menteri yaitu 4 Menteri Negara dengan tugas sebagai Menteri Koordinator, 20 Menteri Negara yang memimpin Departemen, 12 Menteri Negara yang bertugas menangani bidang tertentu. Sebanyak 20 Menteri diantaranya adalah muka lama dari Kabinet Pembangunan VII, dan hanya 16 Menteri baru. Kabinet ini mencerminkan suatu sinergi dari semua unsur-unsur kekuatan bangsa yang terdiri dari berbagai unsur kekuatan sosial politik dalam masyarakat. Jabatan Gubernur Bank Indonesia tidak lagi dimasukkan di dalam susunan Kabinet,karena Bank Indonesia harus mempunyai kedudukan yang khusus dalam perekonomian, bebas dari pengaruh pemerintah dan pihak manapun berdasarkan Undang-Undang.Pada tanggal 23 Mei 1998 pagi, Presiden Habibie melantik menteri-menteri Kabinet Reformasi Pembangunan. Presiden Habibie mengatakan bahwa Kabinet Reformasi Pembangunan disusun untuk melaksanakan tugas pokok reformasi total terhadap kehidupan ekonomi, politik dan hukum

Kebijakan-kebijakan pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie
1.         Pada bidang politik   
a.       Pembebasan Tahanan Politik
Tindakan pembebasan tahanan politik meningkatkan legitimasi Habibie baik di dalam maupun di luar negeri. Hal ini terlihat dengan diberikannya amnesti dan abolisi yang merupakan langkah penting menuju keterbukaan dan rekonsiliasi. Diantara yang dibebaskan tahanan politik kaum separatis dan tokoh-tokoh tua mantan PKI,  yang telah ditahan lebih dari 30 tahun. Amnesti diberikan kepada Mohammad Sanusi dan orang-orang lain yang ditahan setelah Insiden Tanjung Priok. Selain tokoh itu tokoh aktivis petisi 50 (kelompok yang sebagian besar terdiri dari mantan jendral yang menuduh Soeharto melanggar perinsip Pancasila dan Dwi Fungsi ABRI). Dr Sri Bintang Pamungkas, ketua Partai PUDI dan Dr Mochatar Pakpahan ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia dan K. H Abdurrahman Wahid merupakan segelintir dari tokoh-tokoh yang dibebaskan Habibie. Selain itu Habibie mencabut Undang-Undang Subversi dan menyatakan mendukung budaya oposisi serta melakukan pendekatan kepada mereka yang selama ini menentang Orde Baru.
b.       Kebebasan Pers
Pemerintah memberikan kebebasan bagi pers di dalam pemberitaannya, sehingga semasa pemerintahan Habibie ini, banyak sekali bermunculan media massa. Kebebasan pers ini dilengkapi pula oleh kebebasan berasosiasi organisasi pers sehingga organisasi alternatif seperti AJI (Asosiasi Jurnalis Independen) dapat melakukan kegiatannya. Cara Habibie memberikan kebebasan pada Pers adalah dengan mencabut SIUPP.
c.        Pembentukan Parpol dan Percepatan pemilu dari tahun 2003 ke tahun 1999
Perubahan dibidang politik diantaranya mengeluarkan UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, UU No. 4 Tahun 1999 tentang MPR dan DPR.
Setelah reformasi Pemilihan Umum dilaksanakan bahkan menjelang Pemilu 1999, Partai Politik yang terdaftar mencapai 141 dan setelah diverifikasi oleh Tim 11 Komisi Pemilihan Umum menjadi sebanyak 98 partai, namun yang memenuhi syarat mengikuti Pemilu hanya 48 Parpol. Pada tanggal 7 Juni 1999, diselenggarakan Pemilihan Umum Multipartai, yang hasilnya disahkan pada tanggal 3 Agustus 1999, 10 Partai Politik terbesar pemenang Pemilu di DPR, adalah:
1)      Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan(PDI-P) pimpinan Megawati meraih 153 kursi
2)      Partai Golkar pimpinan Akbar Tanjung meraih 120 kursi
3)      Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pimpinan Hamzah Haz meraih 58 Kursi
4)      Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pimpinan H. Matori Abdul Djalil meraih 51 kursi
5)      Partai Amanat Nasional (PAN) pimpinan Amein Rais meraih 34 Kursi
6)      Partai Bulan Bintang (PBB) pimpinan Yusril Ihza Mahendra meraih 13 kursi
7)      Partai Keadilan (PK) pimpinan Nurmahmudi Ismail meraih 7 kursi
8)      Partai Damai Kasih Bangsa (PDKB) pimpinan Manase Malo meraih 5 Kursi
9)      Partai Nahdlatur Ummat pimpinan Sjukron Ma’mun meraih 5 kursi
10)  Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) pimpinan Jendral  Edi Sudradjat meraih 4 kursi.
d.      Penyelesaian Masalah Timor Timur
Habibie mengambil sikap pro aktif dengan menawarkan dua pilihan yaitu memberikan status khusus dengan otonomi luas atau memisahkan diri dari RI. Otonomi luas  berarti diberikan kewenangan atas berbagai bidang seperti : politik ekonomi budaya dan lain-lain kecuali dalam hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan serta moneter dan fiskal. Sedangkan memisahkan diri berarti secara demokratis dan konstitusional serta secara terhorman dan damai lepas dari NKRI, Habibie membebaskan tahanan politik Timor-Timur, seperti Xanana Gusmao dan Ramos Horta.
Pada tanggal 21 April 1999 di Dili, kelompok pro kemerdekaan dan pro intergrasi menandatangani kesepakatan damai yang disaksikan oleh Panglima TNI Wiranto, Wakil Ketua Komnas HAM  Djoko Soegianto dan Uskup Baucau Mgr. Basilio do Nascimento. Tanggal 5 Mei 1999 di New York Menlu Ali Alatas dan Menlu Portugal Jaime Gama disaksikan oleh Sekjen PBB Kofi Annan menandatangani kesepakan melaksanakan penentuan pendapat di Timor-Timur untuk mengetahui sikap rakyat Timor-Timur dalam memilih kedua opsi di atas. Tanggal 30 Agustus 1999 pelaksanaan penentuan pendapat di Timor-Timur, hasilnya diumumkan pada tanggal 4 September 1999 yang menyebutkan bahwa sekitar 78,5 % rakyat Timor-Timur memilih merdeka. Lepasnya Timor-Timur dari NKRI berdampak pada daerah lain yang juga ingin melepaskan diri dari NKRI seperti tuntutan dari GAM di Aceh dan OPM di Irian Jaya, selain itu Pemerintah RI harus menanggung gelombang pengungsi Timor-Timur yang pro Indonesia di daerah perbatasan yaitu di Atambua.
e.        Pengusutan Kekayaan Soeharto dan Kroni-kroninya
Presiden Habibie dengan Instruksi Presiden No. 30 / 1998 tanggal 2 Desember 1998 telah mengintruksikan Jaksa Agung Baru, Andi Ghalib segera mengambil tindakan hukum memeriksa Mantan Presiden Soeharto yang diduga telah melakukan praktik KKN. Pada tanggal 11 Oktober 1999, pejabat Jaksa Agung Ismudjoko mengeluarkan SP3, yang menyatakan bahwa penyidikan terhadap Soeharto yang berkaitan dengan masalah dana yayasan dihentikan. Alasannya, Kejagung  tidak  menemukan cukup bukti untuk melanjutkan penyidikan, kecuali menemukan bukti-bukti baru. Sedangkan dengan kasus lainnya tidak ada kejelasan. Pemerintah dianggap gagal dalam melaksanakan Tap MPR No. XI / MPR / 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, terutama mengenai pengusutan kekayaan Mantan Presiden Soeharto, keluarga dan kroni-kroninya. Aksi demontrasi saat Sidang Istimewa MPR tanggal 10-13 Nopember 1998 mengakibatkan bentrokan antara mahasiswa dengan aparat. Parahnya pada penutupan Sidang Istimewa MPR, Jumat (13/11/1998) malam. Penembakan membabi-buta berlangsung sejak pukul 15.45 WIB sampai tengah malam di kawasan Semanggi, yang jaraknya hanya satu kilometer dari tempat wakil rakyat bersidang dengan korban lima mahasiswa tewas dan 253 mahasiswa luka-luka disebut Semanggi Berdarah” atau ”Tragedi Semanggi”.                                                                                                                             
f.         Pemberian Gelar Pahlawan Reformasi bagi Korban Trisakti.
Pemberian gelar Pahlawan Reformasi pada para mahasiswa korban Trisakti yang menuntut lengsernya Soeharto pada tanggal 12 Mei 1998 merupakan hal positif yang dianugrahkan oleh pemerintahan Habibie, dimana penghargaan ini mampu melegitimasi Habibie sebagai bentuk penghormatan kepada perjuangan dan pengorbanan mahasiswa sebagai pelopor gerakan Reformasi.
2.      Pada Bidang Ekonomi
        Di dalam pemulihan ekonomi, pemerintah berhasil menekan laju inflasi dan gejolak moneter dibanding saat awal terjadinya krisis. Namun langkah dalam kebijakan ekonomi belum sepenuhnya menggembirakan karena dianggap tidak mempunyai kebijakan yang kongkrit dan sistematis seperti sektor riil belum pulih. Banyak kasus penyelewengan dana negara dan bantuan luar negeri membuat Indonesia kehilangan momentum pemulihan ekonomi. Tanggal 21 Agustus 1998 pemerintah membekukan operasional Bank Umum Nasional, Bank Modern, dan Bank Dagang Nasional Indonesia. Awal tahun selanjutnya pemerintah melikuidasi 38 bank swasta, 7 bank diambil-alih pemerintah dan 9 bank mengikuti program rekapitulasi. Selain itu,harga beras tetap meningkat,  ditemukan penyelundupan beras keluar negeri dan penimbunan beras. 
3.      Pada Bidang Manajemen Internal ABRI
Pada masa transisi di bawah Presiden B.J. Habibie, banyak perubahan-perubahan penting terjadi dalam tubuh ABRI, terutama dalam tataran konsep dan organisatornya.
Pertimbangan mendasar yang melatarbelakangi keputusan politik dan akademis reformasi internal TNI, antara lain:
a.       Prediksi tantangan TNI ke depan di abad XXI begitu besar, komplek dan multidimensional, atas dasar itu TNI harus segera menyesuaikan diri.
b.      TNI senantiasa harus mau dan mampu mendengar serta merespon aspirasi rakyat.
c.       TNI mengakui secara jujur, jernih dan objektif, sebagai  komponen bangsa yang lainnya, bahwa di masa lalu ada kekurangan dan distorsi sebagai konsekuensi logis dari format politik Orba
Kebijakan-kebijakan ABRI sebagai langkah perubahan politik internal, yang berlaku tanggal 1 April 1999 antara lain: pemisahan POLRI dari ABRI, perubahan Staf Sosial Politik menjadi Staf Teritorial, likuidasi Staf Karyawan, Pengurangan Fraksi ABRI di DPR, DPRD I/II, pemutusan hubungan organisatoris dengan partai Golkar dan mengambil jarak yang sama dengan parpol yang ada, kometmen dan netralitas ABRI dalam Pemilu dan perubahan Staf Sospol menjadi komsos serta pembubaran Bakorstanas dan Bakorstanasda.
C. Keadaan Sosial Di Masa Habibie
Kerusuhan antar kelompok yang sudah bermunculan sejak tahun 90-an semakin meluas dan brutal, konflik antar kelompok sering terkait dengan agama seperti di Purworejo juni 1998 kaum muslim menyerang lima gereja, di Jember adanya perusakan terhadap toko-toko milik cina, di Cilacap muncul kerusuhan anti cina, adanya teror ninja bertopeng melanda Jawa Timur dari malang sampai Banyuangi. Isu santet menghantui masyarakat kemudian di daerah-daerah yang ingin melepaskan diri seperti Aceh dan Papua semakin keras keinginan membebaskan diri. Juli 1998 OPM mengibarkan bendera bintang kejora sehingga mendapatkan perlawanan fisik dari TNI. 
D. Berakhirnya Masa Pemerintahan B.J. Habibie
Legitimasi pemerintahan B.J. Habibie sangat lemah, karena keberadaan Habibie dianggap sebagai suatu paket warisan pemerintahan Soeharto, munculnya beberapa kolompok menuntut pembentukan pemerintahan transisi, ia tidak dipilih secara luber dan jurdil sebagai presiden dan merupakan satu paket pemilihan pola musyawarah mufakat dengan Soeharto.
Pemerintah Habibie dituduh melakukan tindakan yang bertentangan dengan kesepakatan MPR mengenai masalah Timor-Timur, dianggap tidak berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR/MPR sebelum menawarkan opsi kedua kepada masyarakat Timor-Timur. Akhirnya tanggal 30 Agustus 1999 pelaksanaan penentuan pendapat di Timor-Timur berlangsung aman dan dimenangkan oleh kelompok Pro Kemerdekaan yang berarti Timor-Timur lepas dari wilayah NKRI. Selain itu,muncul tuntutan dari dunia Internasional mengenai masalah pelanggaran HAM yang meminta pertanggungjawaban militer Indonesia sebagai penanggungjawab keamanan pasca jajak pendapat. Terjadi kasus di Aceh melalui Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Irian Jaya lewat Organisasi Papua Merdeka (OPM), dengan kelompok separatisnya yang menuntut kemerdekaan dari wilayah Republik Indonesia.
Pada tanggal 1-21 Oktober 1999, MPR mengadakan Sidang Umum yang dipimpin Ketua MPR Amien Rais, tanggal 14 Oktober 1999 Presiden Habibie menyampaikan pidato pertanggungjawabannya di depan sidang dan terjadi penolakan terhadap pertanggungjawaban presiden sebagai Mandataris MPR lewat Fraksi PDI-Perjuangan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia dan Fraksi Demokrasi Kasih Bangsa. Di luar Gedung DPR/MPR yang sedang bersidang, mahasiswa dan rakyat yang anti Habibie bentrok dengan aparat keamanan. Mereka menolak pertanggungjawaban Habibie, karena Habibie dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rezim Orba.
Pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR Amien Rais menutup Rapat Paripurna dan Presiden habibie mengundurkan diri dari pencalonan presiden. Pengunduran Habibie dalam bursa calon presiden, memunculkan dua calon kuat sebagai presiden, yaitu Megawati dan Abdurrahman Wahid. Gus Dur terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia keempat dan dilantik dengan Ketetapan MPR No. VII/MPR/1999 untuk masa bakti 1999-2004. Tanggal 21 Oktober 1999 Megawati terpilih menjadi Wakil Presiden RI dengan Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1999 mendampingi Presiden Abdurrahman Wahid. Terpilihnya Abdurrahman Wahid dan Megawati sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 1999-2004 menjadi akhir pemerintahan Presiden Habibie dengan TAP MPR No. III/MPR/1999 tentang Pertanggungjawaban Presiden RI B.J. Habibie.












MASA PEMERINTAHAN
ABDURRAHMAN WAHID

A.   Pemilihan Umum Tahun 1999
 Pemilihan Umum yang dilaksanakan tahun 1999 menjadi sangat penting, karena diharapkan dapat memulihkan keadaan Indonesia yang sedang dilanda multikrisis. Pemilu tahun 1999 juga merupakan ajang pesta rakyat Indonesia dalam menunjukkan kehidupan berdemokrasi. Sifat pemilu ini Luber Jurdil Presiden Habibie menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu pelaksanaan pemiliahan umum. Selanjutnya lima paket undang-undang tentang politik dicabut. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru yang disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Habibie. Ketiga udang-udang itu antara lain undang-undang partai politik, pemilihan umum, susunan serta kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Munculnya undang-undang politik yang baru memberikan semangat untuk berkembangnya kehidupan politik di Indonesia. Dengan munculnya undang-undang politik banyak parpol bermunculan sebanyak 112. Namun hanya 48 partai politik yang berhasil mengikuti pemilu. Pelaksanaan pemilu ditangani oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil pemerintah dan wakil-wakil dari partai-partai politik peserta pemilu. Hasilnya lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak diantaranya PDI-P, Golkar, Partai Persatuan pembangunan, Partai Pembangkitan Bangsa, PAN. Pemilu berjalan dengan aman dan dapat di terima oleh suara partai peserta pemilihan umum.

B.Sidang Umum MPR Hasil Pemilihan Umum 1999
Sidang Umum MPR tahun 1999 diselenggarakan sejak tanggal 1 – 21 Oktober 1999. Amien Rais dikukuhkan menjadi Ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi Ketua DPR. Sedangkan pada Sidang Paripurna MPR XII, pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR melalui mekanisme voting dengan 355 suara menolak, 322 menerima, 9 abstain dan 4 suara tidak sah, sehingga Habibie tidak dapat mencalonkan diri menjadi Presiden Republik Indonesia. Akibatnya muncul tiga calon Presiden yaitu Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Yuhsril Ihza Mahendra. Namun tanggal 20 Oktober 1999, Yuhsril Ihza Mahendra mengundurkan diri. Dari hasil pemilihan presiden yang dilaksanakan secara voting, Abudurrahman Wahid terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 2  Oktober 1999 dilaksanakan pemilihan Wakil Presiden dengan calonnya Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Pemilihan Wakil Presiden ini kemudian dimenangkan oleh Megawati Soekarnoputri. Kemudian pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri berhasil membentuk Kabinet Persatuan Nasional.

C. Masa Kepresidenan.
1. Tahun 1999 Kabinet pertama Gus Dur, Kabinet Persatuan Nasional, adalah kabinet koalisi yang meliputi anggota berbagai partai politik: PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, Partai Keadilan (PK), non-partisan dan TNI. Wahid kemudian mulai melakukan dua reformasi pemerintahan. Reformasi pertama adalah membubarkan Departemen Penerangan, senjata utama rezim Soeharto dalam menguasai media. Reformasi kedua adalah membubarkan Departemen Sosial yang korup. Setelah satu bulan berada dalam Kabinet Persatuan Nasional, Menteri Menteri Koordinator Pengentasan Kemiskinan (Menko Taskin) Hamzah Haz mengumumkan pengunduran dirinya pada bulan November. Muncul dugaan bahwa pengunduran dirinya diakibatkan karena Gus Dur menuduh beberapa anggota kabinet melakukan korupsi selama ia masih berada di Amerika Serikat. Dugaan lain,diakibatkan karena ketidaksenangannya atas pendekatan Gus Dur dengan Israel. Rencana Gus Dur adalah memberikan Aceh referendum. Namun referendum ini menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur. Gus Dur ingin mengadopsi pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah. Pada 30 Desember, Gus Dur mengunjungi Jayapura di provinsi Irian Jaya. Selama kunjungannya, Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.

2. Negara_negara yang pernah dikunjungi Gus Dur selama menjadi Presiden.
Waktu
Negara yang dikunjungi Gus Dur
November 1999
negara anggota ASEAN, Jepang, Amerika Serikat, Qatar, Kuwait, dan Yordania
Desember 1999
Republik Rakyat Cina
Januari 2000
Perjalanan ke Swiss untuk menghadiri Forum Ekonomi Dunia dan mengunjungi Arab Saudi dalam perjalanan pulang menuju Indonesia.
Februari 2000
Mengunjungi Inggris, Perancis, Belanda, Jerman Italia,India, Korea Selatan, Thailand, dan Brunei Darussalam
Maret2000

Mengunjungi Timor Leste.
April 2000
Mengunjungi Afrika Selatan dalam perjalanan menuju Kuba untuk menghadiri pertemuan G-77, sebelum kembali melewati Kota Meksiko dan Hong Kong.
Juni 2000
Mengunjungi Amerika, Jepang, dan Perancis dengan Iran, Pakistan, dan Mesir.

Ketika Gus Dur berkelana ke Eropa pada bulan Februari, ia mulai meminta Jendral Wiranto mengundurkan diri dari jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. Gus Dur melihat Wiranto sebagai halangan terhadap rencana reformasi militer dan juga karena tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur terhadap Wiranto. Ketika Gus Dur kembali ke Jakarta, Wiranto berbicara dengannya dan berhasil meyakinkan Gus Dur agar tidak menggantikannya. Namun, Gus Dur kemudian mengubah pikirannya dan memintanya mundur. Pada April 2000, Gus Dur memecat Menteri Negara Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla dan Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi. Alasannya karena keduanya terlibat dalam kasus korupsi, meskipun Gus Dur tidak pernah memberikan bukti yang kuat. Hal ini memperburuk hubungan Gus Dur dengan Golkar dan PDI-P. Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM hingga awal tahun 2001, saat kedua penandatangan akan melanggar persetujuan. Gus Dur juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut dan berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan kemarahan pada kelompok Muslim Indonesia. Gus Dur dan menteri luar negerinya Alwi Shihab menentang penggambaran Presiden Indonesia yang tidak tepat, dan Alwi meminta agar Awad, duta besar Palestina untuk Indonesia, diganti. Dalam usaha mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-politik, Gus Dur menemukan sekutu, yaitu Agus Wirahadikusumah, yang diangkatnya menjadi Panglima Kostrad pada bulan Maret. Pada Juli 2000, Agus mulai membuka skandal yang melibatkan Dharma Putra, yayasan yang memiliki hubungan dengan Kostrad. Melalui Megawati, anggota TNI mulai menekan Wahid untuk mencopot jabatan Agus. Gus Dur mengikuti tekanan tersebut, tetapi berencana menunjuk Agus sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Petinggi TNI merespon dengan mengancam untuk pensiun, sehingga Gus Dur kembali harus menurut pada tekanan. Hubungan Gus Dur dengan TNI semakin memburuk ketika Laskar Jihad tiba di Maluku dan dipersenjatai oleh TNI.
 Muncul pula dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate. Pada bulan Mei, Badan Urusan Logistik (BULOG) melaporkan bahwa $4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog. Tukang pijit pribadi Gus Dur mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk mengambil uang. Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya terlibat dalam skandal ini. Skandal ini disebut skandal Buloggate. Gus Dur juga dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya sendiri. Uang itu merupakan sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh. Namun, Gus Dur gagal mempertanggungjawabkan dana tersebut. Skandal ini disebut skandal Bruneigate
Pada Sidang Umum MPR, pidato Gus Dur diterima oleh mayoritas anggota MPR. Selama pidato, Wahid menyadari kelemahannya sebagai pemimpin dan menyatakan ia akan mewakilkan sebagian tugas. Anggota MPR setuju dan mengusulkan agar Megawati menerima tugas tersebut. Pada awalnya MPR berencana menerapkan usulan ini sebagai TAP MPR, akan tetapi Keputusan Presiden dianggap sudah cukup. Pada 23 Agustus, Gus Dur mengumumkan kabinet baru meskipun Megawati ingin pengumuman ditunda. Megawati menunjukan ketidaksenangannya dengan tidak hadir pada pengumuman kabinet. Kabinet baru lebih kecil dan meliputi lebih banyak non-partisan. Tidak terdapat anggota Golkar dalam kabinet baru Gus Dur. Pada September, Gus Dur menyatakan darurat militer di Maluku karena kondisi di sana semakin memburuk. Pada saat itu semakin jelas bahwa Laskar Jihad didukung oleh anggota TNI dan juga kemungkinan didanai oleh Fuad Bawazier, menteri keuangan terakhir Soeharto. Pada bulan yang sama, bendera bintang kejora berkibar di Papua Barat. Gus Dur memperbolehkan bendera bintang kejora dikibarkan asalkan berada di bawah bendera Indonesia. Ia dikritik oleh Megawati dan Akbar karena hal ini. Pada 24 Desember 2000, terjadi serangan bom terhadap gereja-gereja di Jakarta dan delapan kota lainnya di seluruh Indonesia. Pada akhir tahun 2000, terdapat banyak elit politik yang kecewa dengan Abdurrahman Wahid Orang yang. paling menunjukan kekecewaannya adalah Amien. Amien juga berusaha mengumpulkan oposisi dengan meyakinkan Megawati dan Gus Dur untuk merenggangkan otot politik mereka. Megawati melindungi Gus Dur, sementara Akbar menunggu pemilihan umum legislatif tahun 2004. Pada akhir November. 151 DPR menandatangani petisi yang meminta pemakzulan Gus Dur.

3. Tahun 2001 dan akhir kekuasaan Pada Januari 2001,
Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Gus Dur mengunjungi Afrika Utara dan  Arab Saudi untuk naik haji. Abdurrahman Wahid melakukan kunjungan terakhirnya ke Australia. Pada pertemuan dengan rektor-rektor universitas pada 27 Januari 2001,Gus Dur menyatakan kemungkinan Indonesia masuk kedalam anarkisme. Dia mengusulkan pembubaran DPR jika hal tersebut terjadi. Pertempuan tersebut menambah gerakan anti-Wahid.
Pada 1 Februari, DPR bertemu untuk mengeluarkan nota terhadap Gus Dur. Nota tersebut berisi diadakannya Sidang Khusus MPR dimana pemakzulan Presiden dapat dilakukan. Anggota PKB hanya bisa walk out dalam menanggapi hal ini. Nota ini juga menimbulkan protes di antara NU. Di Jawa Timur, anggota NU melakukan protes di sekitar kantor regional Golkar. Di Jakarta, oposisi Gus Dur turun menuduhnya mendorong protes tersebut. Gus Dur membantah dan pergi untuk berbicara dengan demonstran di Pasuruan. Namun, demonstran NU terus menunjukan dukungan mereka kepada Gus Dur dan pada bulan April mengumumkan bahwa mereka siap untuk mempertahankan Gus Dur sebagai presiden hingga mati.
         Pada bulan Maret, Gus Dur mencoba membalas oposisi dengan melawan disiden pada kabinetnya. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra dicopot dari kabinet karena ia mengumumkan permintaan agar Gus Dur mundur. Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail juga dicopot dengan alasan berbeda visi dengan Presiden, berlawanan dalam pengambilan kebijakan, dan diangap tidak dapat mengendalikan Partai Keadilan, yang pada saat itu massanya ikut dalam aksi menuntut Gus Dur mundur. Dalam menanggapi hal ini, Megawati mulai menjaga jarak dan tidak hadir dalam inagurasi penggantian menteri.
Pada 30 April, DPR mengeluarkan nota kedua dan meminta diadakannya Sidang Istimewa MPR pada 1 Agustus. Gus Dur mulai putus asa dan meminta Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyatakan keadaan darurat. Yudhoyono menolak dan Gus Dur memberhentikannya dari jabatannya beserta empat menteri lainnya dalam reshuffle kabinet pada tanggal 1 Juli 2001. Akhirnya pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan bahwa Sidang Istimewa MPR akan dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000 tentara di Jakarta dan juga menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai bentuk penunjukan kekuatan.
 Gus Dur mengumumkan pemberlakuan dekrit yang berisi:
(1) pembubaran MPR/DPR,
(2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun.
(3) membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR.
 Namun dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri. Abdurrahman Wahid terus bersikeras bahwa ia adalah presiden dan tetap tinggal di Istana Negara selama beberapa hari, namun akhirnya pada tanggal 25 Juli ia pergi ke Amerika Serikat karena masalah kesehatan.





D.Kelebihan kekurangan pemeritahan Abdurrahman Wahid
 1. Kelebihan sistem Pemerintahan Abdurrahman Wahid
a) Sukses melakukan kesepahaman dengan GAM.
b) Sukses membawa Indonesia ke Forum Ekonomi Dunia.
c) Sukses melaksanakan persamaan hak menyatakan pendapat di muka umum
d) Etnis Tioghoa yang berpuluh-puluh tahun dikekang diberikan kebebasan sama seperti orang pribumi.
e) Jadwal ketat kunjungan ke luar negeri menghasilkan banyak mitra luar negeri. Di bulan April, Wahid mengunjungi Afrika Selatan dalam perjalanan menuju Kuba untuk menghadiri pertemuan G-77.
f) Sukses menggulingkan unsur-unsur sentrakistis dan hierarkis yang represif (menindas)semasa pemerintahan Soeharto.
g) Sukses mengurangi dukungan bagi kaum separatis GAM di Aceh.          
2. Kekurangan Sistem Pemerintahan Abdurrahman Wahid
a) Semaraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme.
b) Munculnya berbegai reaksi negatif dari rakyat atas usul Presiden Abdurrahman Wahid mengenai pembatalan Ketetapan MPRS Tahun 1966 mengenai pelarangan ajaran Marxisme-Leninisme.
c) Kesulitan ekonomi semakin meluas.
d) Kerusuhan antaretnis terus berlanjut yaitu pembunuhan antara umat Islam dan Kristen di Maluku yang menewaskan lebih dari seribu orang sepanjang tahun 1999.
e) Di Aceh, kekerasan antarkaum separatis dan aparat keamanan terus terjadi.
f) Pemecatan terhadap beberapa menteri yang memunculkan berbagai pro dan kontra di masyarakat.
g) Berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan kemarahan pada kelompok Muslim Indonesia.
 h) Muncul dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate.

2 komentar: